Jumat, 30 April 2010

Employee Satisfaction or Customer Satisfaction?

Memberikan pelayanan yang memuaskan pelanggan barangkali
merupakan pilihan mutlak yang kudu diambil ketika sebuah entitas
bisnis hendak melestarikan kejayaannya. Pertanyannya kemudian
adalah : langkah strategis apa yang semestinya diambil agar mantra
kepuasan pelanggan tak berhenti pada mantra belaka? Dari sejumlah
wacana, kita mungkin bisa menyebut beragam item : mulai dari
pengembangan visi yang berfokus pada pelanggan; penumbuhan
benih-benih inovasi buat menghasilkan high value added products
hingga perintisan budaya service excellence, dan juga perampingan
proses bisnis untuk mempercepat pelayanan. Lalu, apakah beragam
item ini cukup untuk mewujudkan impian tentang satisfied customers?
Jawabannya barangkali tidak.
Sebab sepertinya ada satu item yang punya peran kritikal namun
sialnya, selama ini acap luput dalam perbincangan mengenai
pemenuhan kepuasan pelanggan. Item itu berbunyi begini: untuk
memuaskan pelanggan maka hal pertama yang harus Anda lakukan
adalah memuaskan karyawan. Dengan kata lain, you can not create
satisfied customers without satisfied employees. Proposisi ini sejatinya
didukung juga oleh serangkaian studi di berbagai belahan dunia.
Penelitian yang dilakukan oleh Dana Jones (1996) misalnya;
menunjukkan adanya hubungan yang positif antara customer
satisfaction (CS) dengan employee satisfaction (ES). Artinya tingkat
kepuasan karyawan Anda berbanding lurus dengan tingkat kepuasan
pelanggan yang Anda miliki — semakin puas karyawan Anda, maka
semakin tinggi juga tingkat kepuasan pelanggan Anda, dan sebaliknya.
www.strategimanajemen.net 25
Temuan serupa juga dikenali dan dimanfaatkan oleh Sears & Roebuck,
sebuah perusahaan retail terkemuka dari USA. Dari survei tahun yang
dilakukan, mereka menemukan bahwa rating kepuasan karyawannya
amat menentukan tinggi rendahnya rating kepuasan pelanggan
mereka, dan pada ujungnya berpengaruh terhadap tingkat profit yang
mereka peroleh. Karena itu, pihak top manajemen Sears kemudian
meminta setiap store manager-nya untuk peduli dengan kepuasan
karyawannya; sebab faktor ini ternyata amat berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan dan juga tingkat profit yang diperoleh tiap outletnya.
Melihat fakta-fakta diatas, lalu apa yang mestinya dilakukan?
Jawabannya barangkali jelas. Sejumlah inisiatif untuk memuaskan
pelanggan yang selama ini telah diusung ramai-ramai perlu juga
dibarengi dengan inisiatif untuk memuaskan karyawan. Ibarat
merenovasi rumah, Anda tak mungkin hanya merias dinding-dinding
luarnya saja; namun juga musti menciptakan desain interior yang
cantik untuk memuaskan para penghuninya. Segenap promosi dan
reklame tentang gambar pelanggan yang tersenyum puas hanya akan
menjadi sebuah parodi manakala itu tak dibarengi dengan sebuah
keseriusan untuk memberikan pelayanan yang sempurna kepada para
“pelanggan didalam” – yakni barisan para karyawan.
Dalam konteks ini ada sejumlah inisiatif yang layak diusung untuk
memuaskan para karyawan; semisal : membangun lingkungan kerja
yang kondusif; menawarkan variasi tugas yang challenging;
menciptakan career plan yang jelas atau juga menyodorkan paket
remunerasi yang atraktif. Bahkan, beberapa perusahaan kelas dunia
tak segan mengerahkan segenap energinya untuk benar-benar
memberikan “layanan super istimewa” bagi para karyawannnya (lihat
tulisan saya berikutnya tentang bagaimana Google memperlakukan
para karyawannya bak seorang raja).
www.strategimanajemen.net 26
Harapannya, sejumlah inisiatif diatas akan dapat menciptakan barisan
satisfied employees yang mampu memberikan pelayanan terbaik dan
senyum yang tulus bagi para pelanggannya. Dan bukan senyum yang
dipaksakan lantaran ada rasa tidak puas yang mengganjal di benaknya.
Pendeknya, hanya barisan karyawan yang puas-lah yang benar-benar
akan mampu membuat para pelanggan tersenyum dan bersorak riang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar