Jumat, 30 April 2010

Toyota Values dan IBM Way

IBM Way, Toyota Values, Google Culture…….kini kita kian sering
mendengar frase semacam ini. Maknanya jelas : deretan frasa sejenis
ini tampaknya makin menegaskan betapa budaya perusahaan
(corporate culture) menjadi salah satu elemen keunggulan kompetitif
yang akan membawa pemiliknya melaju dalam jalan panjang
kemenangan.
Cuma sialnya, membangun budaya kerja yang berorientasi
keunggulan ternyata tak mudah. Meski demikian, toh kita sering juga
melihat jalan pintas yang diambil oleh perusahaan dalam melakukan
transformasi kultur dan etos kerja karyawannya. Dalam hal ini, jalan
yang lazim diambil adalah dengan membentuk Tim Budaya dan Etos
Kerja Perusahaan, yang kemudian biasanya diikuti dengan pembuatan
slogan baru; lalu disertai pula dengan pembuatan plakat, poster atau
buku yang isinya adalah butir-butir etos kerja dan budaya perusahaan
baru yang ingin diraih.
Selanjutnya, tak jarang sejumlah perusahaan kemudian mengundang
pakar untuk memberi training tentang etos dan budaya kerja baru
selama dua atau tiga hari. Semuanya kelihatannya antusias dalam
awal-awal proses ini. Semuanya bersemangat. Toh, tiga atau enam
bulan kemudian, semua proses ini biasanya pelan-pelan lenyap ditelan
angin. Sebabnya jelas : tanpa diikuti perubahan struktural dan
sistemik terhadap proses bisnis dan pola kerja yang ada, jalan
semacam ini lebih sering akan berujung kesia-siaan. Dus, poster yang
indah dan training budaya di vila yang megah itu tetap akan tinggal
kenangan belaka; sementara budaya kerja yang lama yang ingin
diubah tetap memayungi gerak langkah perusahaan tersebut.
www.strategimanajemen.net 31
Lalu, langkah apa yang semestinya dilakoni untuk menjalani
transformasi budaya perusahaan secara lebih efektif? Dari sejumlah
best practices yang ada, tiga langkah berikut akan memberikan resep
yang lebih mujarab.
Langkah pertama yang urgen dilakukan dalam proses perubahan
budaya perusahaan adalah adanya komitmen dan konsistensi antara
tekad dan tindakan dari para top leaders. Inisiatif perubahan,
dukungan riil serta keterlibatan aktif dari top management adalah
salah satu elemen kunci yang mesti mengawali adanya proses
transformasi budaya perusahaan. Tanpa komitemen kuat dari top
management, proses pengembangan budaya dan etos kerja yang
unggul niscaya akan terjerembab ditengah jalan. Budaya Google yang
fun dan produktif misalnya, muncul dan mengakar kuat karena
dorongan yang amat intens dari dua pendirinya, Sergey Brin dan Larry
Page. Begitu juga falsafah Toyota akan kesempuranaan mutu –
budaya ini tegak berdiri karena para top manajemen Toyota secara
konsisten selalu mempraktekkannya secara nyata.
Namun itu saja belum cukup. Komitmen itu segera perlu diikuti
dengan langkah kedua, yakni : melakukan transformasi menyeluruh
terhadap sistem kerja dan kebijakan pengelolaan karyawannya.
Sebagai contoh, jika suatu organisasi ingin meraih kultur kerja yang
gesit dan responsif, maka perlu diciptakan struktur organisasi yang
ramping dan tidak terlalu hirarkis. Contoh lain, jika suatu organisasi
ingin membangun budaya kerja yang inovatif dan mengedepankan
semangat entrepreneuer, maka sistem yang dibangun harus mengacu
pada nilai-nilai budaya baru tersebut. Sebagai contoh, Google
memberikan waktu free days selama 1 hari setiap minggu kepada para
karyawannya. Dalam masa free days ini, para karyawan dibebaskan
untuk bereksperimen sesukanya – baik secara kolaboratif ataupun
independen. Banyak ide-ide layanan baru Google yang ternyata
www.strategimanajemen.net 32
muncul dari kebijakan “Hari Bebas” ini (ulasan lebih lengkap mengenai
budaya kerja Google bisa dibaca pada tulisan sebelumnya)
Pesannya jelas : setiap sistem kerja dan kebijakan pengelolaan
karyawan harus dikaji dan kemudian dirombak agar sesuai dengan
kultur baru yang ingin dituju. Sebab hanya dengan jalan ini, proses
awal perubahan budaya akan mungkin terjadi.
Langkah terakhir yang harus dilalui adalah ini: mengimplementasikan
kebijakan diatas dengan konsisten, tekun dan tegas. Artinya, setelah
kita mendesain sistem kerja dan kebijakan pengelolaan karyawan
yang selaras dengan budaya baru yang ingin dibangun, maka langkah
berikutnya adalah just do it. Implementasikan semua itu dengan benar,
kesabaran dan sekali lagi, konsistensi. Langkah ini merupakan fase
yang amat kritikal, sebab pada akhirnya proses implementasi ini yang
akan menjadi golden bridge (jembatan emas) bagi terbangunnya
budaya perusahaan baru yang diimpikan. Dan langkah inilah yang
berhasil dijalankan oleh Toyota dengan gemilang. Manajemen Toyota
selalu dapat mengeksekusi kebijakan mereka dengan konsisten dan
tekun, hingga pada akhirnya mampu membentuk budaya kerja yang
optimal.
Sayangnya, dari sejumlah pengamatan, banyak perusahaan yang
kurang memiliki kegigihan dalam proses implementasi. Mereka acap
tidak sabar dan kurang tekun dalam melangkah dalam fase ini. Tak
jarang, agenda perubahan yang satu belum selesai, sudah muncul lagi
agenda perubahan baru. Hal ini tentu saja akan membuat bingung
karyawan; dan sering justru akan menimbulkan sinisme dikalangan
mereka. Segenap konsep dan rencana yang indah tentang
penumbuhan etos kerja baru niscaya akan berujung pada kesia-siaan
jika fase implementasi ini tidak ditekuni dengan penuh kesungguhan.
www.strategimanajemen.net 33
Sebaliknya, jika dilakukan dengan konsisten, maka fase implementasi
ini akan benar-benar memberikan perubahan yang besar dalam proses
pengembangan kultur dan etos kerja baru. Langkah ini pula yang akan
memastikan bahwa slogan-slogan indah yang tertempel di dinding itu
benar-benar memiliki makna, dan bukan sekedar hiasan kosong
belaka. Dan langkah ini pula yang akan membuat Anda bisa
membangun budaya perusahaan nan legendaris layaknya IBM Way,
Toyota Values dan Google Culture.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar